Ada seorang ibu, sebut saja namanya adalah bu Ana. Hari-harinya dipenuhi dengan pelayanan dan derma kepada orang-orang yang membutuhkan. Ia berasal dari keluarga yang kaya, suami yang baik, dan anak-anak yang ceria dan pandai. Lebih daripada itu, mereka semua mencintai Tuhan dalam setiap perkara kehidupannya.
Ibu Ana sangat rajin mengikuti ibadah-ibadah ataupun segala bentuk pekerjaan sosial. Hal itu terus ia lakukan, sampai suatu hari, sebuah peristiwa yang tak disangkanya menghampirinya. Dalam waktu yang bersamaan, suaminya dan anak-anaknya yang sedang dalam perjalanan pulang ke rumah, mengalami kecelakaan. Mereka semua meninggal dalam kecelakaan tragis itu.
Dan kecelakaan itu pun mengubah bu Ana. Hari-harinya ia ratapi. Ia selalu dirundung kesedihan. Dunia bak direnggut seutuhnya darinya. Dalam doanya, ia meratap kepada Tuhan mengapa Tuhan tega membiarkan hal itu terjadi bagi pihaknya. Bahkan, dalam permenungannya, ia bertanya-tanya, apakah Tuhan itu ada. Kalau memang ada, mengapa ia yang membaktikan diri dan keluarganya malah harus merasakan musibah seperti ini. Ia selalu dilanda kesedihan, kesedihan yang berlarut-larut. Hingga berbulan-bulan.
|
credit to: katolisitas.org |
Bahkan, ketika ia diajak oleh rekan-rekan sepelayanan untuk kembali melayani, ia berkata kepada mereka "Teganya kalian, tak tahukah kalian kalau aku masih dirundung kesedihan, hatiku masih berduka? Bagaimana aku mau menghibur, aku sendiri butuh hiburan" katanya ketika tetangganya mengajaknya untuk menghibur sebuah keluarga yang juga baru saja kehilangan anak sulungnya.
Namun, sembari menguatkan hati, ia pun mencoba bangkit dari tempat duduknya dan mengikuti rekan sepelayanannya itu.
Sesampai di tempat duka, suasana yang terjadi tak begitu berbeda saat seperti suasana yang dialami bu Ana paskah meninggalnya suami dan anak-anaknya tercinta. Lalu, ia melihat sang ibu dari anak yang meninggal, perasaannya kembali tergugah, merasakan kembali apa yang pernah ia alami. Lalu, ia menguatkan hati, ia menghampiri ibu itu, memeluknya, lalu ia menatapnya erat, mengannggukkan kepala, lalu iapun menangis bersama ibu tersebut.
Ibu Ana pun merasakan kepenuhan, kepenuhan dari kekosongan yang ia alami selama ini. Ia merasakan seperti Tuhan datang sendiri memeluknya dan berkata, "Mari kepadaKu, semua yang letih lesuh dan berbeban berat, Aku akan memberikan kelegaan kepadaMu. Dan ingatlah kuk yang kupasang itu enak dan bebanku pun ringan".
Seketika itu juga, ibu Ana pun menyadari arti dari kehilangan. Ia menyadari bahwa memberi dari kekurangan seperti yang dilakukan si janda miskin memang lebih besar upahnya di Surga. Dan bahwa lebih baik untuk menghibur dari pada dihibur. Justru dalam kehilangannya dan kesedihannya dan kekurangannya, justru ibu Ana mampu memberikan yang terbaik lebih dari siapapun dan apapun di dunia ini. Dengan mengalami, ia mampu memberikan lebih dari yang dibutuhkan, bukan dari ukuran materi, tetapi dari ukuran kasih sayang yang Tuhan tunjukkan dalam kepenuhan iman, pengorbanan dan harapan.
Nah, semoga apa yang dialami oleh bu Ana mampu membangkitkan semangat cinta kasih kita, dan untuk bangkit dari segala keterpurukan kehidupan dunia yang ingin menyesatkan kita. Mari, pandanglah dan datanglah kepada Tuhan, sebab kuk yang ia pasang di pundak kita rasanya enak dan bebannya pun ringan. (Jufry Malino)