PACARAN: DIMANAKAH BATASNYA? - Jatuh cinta pada seseorang sungguh
merupakan pengalaman yang sungguh indah. Pandangan sekilas saja sudah
membuat kita seketika merasakan getaran lembut dalam hati dan daya
tarik fisik yang amat kuat. Kebahagiaan yang kita temukan hanya karena
berada didekatnya membuat kita ingin mengalaminya terus menerus dan
masuk lebih jauh dalam hubungan itu.
Kalau suatu pasangan yang telah terikat dalam suatu hubungan telah mengalami berbagai macam ekspresi cinta, apakah mereka masih dapat melihat dengan jelas perasaan mereka yang sebenarnya?
Tapi suatu hari, Eric menjelaskan bahwa itu semua tidak cukup lagi baginya. Dia ingin lebih. Perkataanya memukulku bagai palu. Benar bahwa setiap orang di sekitar kami melakukannya. Tapi saya tidak dapat menurutinya , itu bertentangan dengan iman saya , dengan keluarga saya . Akhirnya saya bawa dalam doa agar dia mengerti apa yang ada dalam hati saya. Namun Eric sama sekali tidak mau tahu dan hubungan kami makin lama makin buruk. Saya tidak dapat memutuskan untuk meninggalkannya karena saya takut . Takut terhadap kesepian dan takut karena tidak mempunyai seseorang yang mencintai saya lagi. Ia menyalahkan keyakinan iman saya dan menceritakannya ke orang – orang lain.
Saya ingat suatu hari seorang gadis datang pada saya hanya untuk mengatakan : “ Aku rasa Eric cukup berani untuk tetap pacaran dengan kamu. Kamu ngga bisa terus – terusan seperti itu . Yang kamu perlu lakukan Cuma minum pil anti hamil , itu aja . “
Hal ini berlanjut terus sampai tahun berikutnya . Hingga akhirnya saya tidak sanggup lagi untuk melanjutkan . Kita putus sampai disitu . Saya merasakan kesepian yang sangat karena saya tidak berani bertemu dengan teman – teman lama .
Namun beberapa bulan berikutnya saya bertemu Alexis. Cukup cepat kami merasakan ada perasaan tertarik . Ternyata perasaan tersebut serius , kami bertunangan dan saat ini mempersiapkan perkawinan .
Berpegangan tangan dan berciuman
pun menjadi satu tindakan yang besar. Tindakan cinta dan kelembutan
mengikat kita satu sama lain. Setiap tindakan mengandung arti, apapun
perasaan-perasaan yang mendasarinya. Itulah sebabnya kita harus
mempertimbangkan apakah tindakan-tindakan itu berarti sama bagi kita
berdua. Apakah motivasi dari tindakan itu adalah cinta ataukah
keinginan akan kesenangan, atau kebutuhan akan kelembutan? Apakah
tindakan-tindakan itu mengikat kita satu sama lain lebih dari yang kita
sadari?
Kalau suatu pasangan yang telah terikat dalam suatu hubungan telah mengalami berbagai macam ekspresi cinta, apakah mereka masih dapat melihat dengan jelas perasaan mereka yang sebenarnya?
Memperhatikan reaksi dan perasaan
orang lain menjadikan kita lebih lembut dan peka. Tambahan lagi, kita
perlu melatih kesabaran sampai pada tingkat tertentu. Banyak perkawinan
gagal karena suami istri tidak meluangkan waktu untuk saling mengenal.
Untuk saling memilih dengan kebebasan penuh, orang perlu mengenal
bagaimana orang lain itu sesungguhnya.
Godaan sering datang, khususnya
dalam suatu hubungan jangka panjang, yang semakin hari menjadi semakin
intim. Apa yang membuat kita bertahan dalam situasi ini? Apakah
keinginan untuk mengekspresikan kasih kita? Apakah kerinduan kita satu
sama lain, atau apakah cinta yang mendalam? Bila kita benar-benar
tertarik satu sama lain, dan kita merasakan cinta yang sesungguhnya,
bukankah ini waktu yang tepat untuk mempertimbangkan perkawinan?
“Dalam masyarakat dimana iklan-iklan dan slogan penuh dengan kata-kata “dalam sekejap”, “segera” dan dimana setiap orang menginginkan “segala sesuatu dalam sekejap”, ingatlah bahwa untuk membangun hubungan suami-istri dibutuhkan waktu, dan bahwa ujian cinta itu terdapat dalam kesetiaan terhadap komitmen yang mengatasi waktu. “
Paus Yohanes Paulus II kepada muda-mudi di Mauritius, 15 Oktober 1989
Pengalaman Pribadi
Tekanan terhadap cinta
Seperti gadis-gadis lain,
pada usia 16 atau 17 tahun, saya memimpikan pria ‘ideal’. Suatu hari
saya bertemu Erick dan segalanya menjadi indah. Hubungan kami segera
menjadi erat. Kamis satu kelas, jadi kami bertemu setiap hari. Di sore
hari, kami ngobrol berjam-jam membicarakan diri kami sendiri dan gosip
terakhir di kelas. Pendeknya segalanya berjalan menyenangkan.
Tapi suatu hari, Eric menjelaskan bahwa itu semua tidak cukup lagi baginya. Dia ingin lebih. Perkataanya memukulku bagai palu. Benar bahwa setiap orang di sekitar kami melakukannya. Tapi saya tidak dapat menurutinya , itu bertentangan dengan iman saya , dengan keluarga saya . Akhirnya saya bawa dalam doa agar dia mengerti apa yang ada dalam hati saya. Namun Eric sama sekali tidak mau tahu dan hubungan kami makin lama makin buruk. Saya tidak dapat memutuskan untuk meninggalkannya karena saya takut . Takut terhadap kesepian dan takut karena tidak mempunyai seseorang yang mencintai saya lagi. Ia menyalahkan keyakinan iman saya dan menceritakannya ke orang – orang lain.
Saya ingat suatu hari seorang gadis datang pada saya hanya untuk mengatakan : “ Aku rasa Eric cukup berani untuk tetap pacaran dengan kamu. Kamu ngga bisa terus – terusan seperti itu . Yang kamu perlu lakukan Cuma minum pil anti hamil , itu aja . “
Hal ini berlanjut terus sampai tahun berikutnya . Hingga akhirnya saya tidak sanggup lagi untuk melanjutkan . Kita putus sampai disitu . Saya merasakan kesepian yang sangat karena saya tidak berani bertemu dengan teman – teman lama .
Namun beberapa bulan berikutnya saya bertemu Alexis. Cukup cepat kami merasakan ada perasaan tertarik . Ternyata perasaan tersebut serius , kami bertunangan dan saat ini mempersiapkan perkawinan .
Blandine
0 comments:
Post a Comment